Jumat, 18 Desember 2015

TEORI CINTA

Ada yang bilang cintai itu saling memberi.
Ada yang bilang cinta itu saling membahagiakan.
Ada yang bilang cinta itu saling membebaskan.
Banyak teori tentang cinta.
Saya tidak percaya.
Setiap kita punya punya versi dan cerita sendiri tentang cinta. Setiap kisah hinggap dan pergi, mungkin akan hilang. Mungkin akan tetap bertengger menjadi benalu di kemudian hari. Ada kisah yang harus diakhiri karena saling menyakiti. Ada pula yang berlanjut dengan catatan saling memperbaiki diri.
Ada cinta yang harus dijauhkan karena saling membohongi, ada juga yang berakhir bahagia karena kemudian bisa saling memahami dan berjanji tidak akan mengulangi.
Ada kekasih yang harus dilupakan karena telah menanamkan perih di hati, namun keharusan itu tak sejalan dengan kondisi cinta yang sudah terlanjur dalam. Ada yang kedatangannya tak kita sadari, tapi kepergiannya membawa separuh nyawa kita.
Ada yang dengan cintanya dia berdegub kencang, tidak mengerti lagi apa yang harus dikatakan. Ada yang dengan cintanya justru dia bisa tidur tenang, merasa berpijak di bumi dan keadaan akan selalu aman.
Ada yang pernah bertanya, mengapa dulu sebelum bertemu mereka bisa hidup, dan sekarang setelah mereka saling mencintai seakan-akan tidak bisa hidup tanpa kekasihnya? Maka kata saya, karena sebelum bertemu, mereka membawa jantung masing-masing. Dan ketika jatuh cinta, separuh dari jantung mereka diberikan untuk kekasihnya. Mereka tidak bisa hidup dengan setengah jantung.
Jangan menceracau tentang keharusan cinta. Jika cinta harus begini jika cinta harus begitu. Cinta tidak punya template, cinta punya bentuknya sendiri-sendiri. Jika harus jungkir balik mempertahankan hatimu sendiri, maka jungkir baliklah. Jika harus menguatkan hatimu sendiri, maka kuatkanlah. Jika harus kau tinggalkan cintamu, maka tinggalkanlah. Karena cinta tidak butuh teori yang sama, cinta punya kisah istimewa di setiap manusia.
Jika cintamu bertepuk sebelah tangan, jangan kau buat alasan. Buat dia menepuk hatimu. Jika perjuanganmu sendirian, jangan kau mundur begitu saja. Buat dia ikut berjuang. Jika kau menyakiti, jangan pergi, kau bisa perbaiki. Jika kau terluka, jangan begitu saja meninggalkan, kau minta obatnya.
Jangan kau percaya pada teori apapun tentang cinta. Kau sendiri punya cerita, kau bisa belajar darinya.
Di tengah segala badai akademik, saya malah terbuai di tulisan yang ini. Sangat bagus kan ya, untuk belajar tidak membandingkan. Saya tebalkan setiap kalimat yang membuat saya membathin, “Ah ini dia!”
Setiap orang punya kisah tersendiri yang paling indah, belajar dari orang lain boleh, harus malah! Tapi bukan membandingkan dan berkhayal yang aneh-aneh. 
Berbicara cinta memang tidak ada habisnya. Walaupun seharusnya seperti kata abang-abang Efek Rumah Kaca, jatuh cinta itu biasa saja. Baiklah, sekarang kita persempit kepada cinta sesama manusia. Lebih disempitkan lagi kepada teori friendzoned. Sejak film 500 Days of Summer, istilah inilah yang paling sering mengangkasa. Tentang perasaan yang tidak berbalas, ekspektasi berlebihan, memiliki kenyamanan yang tidak dapat didapatkan dari yang lainnya, memiliki kekaguman yang tidak dapat ditandingi oleh manusia lainnya, memiliki kedekatan yang seolah-olah hanya berdua itu saja yang memahaminya. Mengapa tidak coba mensyukuri saja? Tentang kesempatan bersama yang sudah dipunya. Tentang banyak pelajaran yang dilalui bersama. Bukan tentang nafsu untuk meminta lebih. Seandainya saja memang praktek lebih mudah dari bicara. Percayalah Tuhan itu baik. Itu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar