Jumat, 18 Desember 2015

Peran Pancasila Sebagai Ideologi Negara Mengenai Masalah Radikalisme Indonesia

Peran Pancasila Sebagai Ideologi Negara Mengenai Masalah Radikalisme di Indonesia

Pancasila sebagai ideologi bangsa memiliki perbedaan yang mendasar dengan ideologi kapitalisme-liberal maupun sosialisme-komunis, dimana pancasila menyukai adanya hak-hak individu maupun hak masyarakat, baik di bidang ekonomi maupun politik. Lain halnya dengan ideologi liberalis-kapitalis yang lebih mengedepankan kebebasan individual ataupun kelompok. Sebagai ideologi terbuka, pancasila membuka ruang penuh bagi negara dan masyarakatnya untuk mencapai cita-citanya dengan berlandaskan pada kesepakatan tentang rule of law sebagai landasan pemerintah atau penyelenggaraan negara ( the basis of government ) dan kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures).            
Secara ideologis pancasila telah dilegitimasikan sebagai dasar negara dan ideologi nasional, namun masih terdapat dua kelemahan mendasar yang perlu diperbaiki, yaitu belum tepatnya pemahaman yang sama tentang kandungan nilai pancasila serta keterkaitannya dengan kebijakan serta strategi nasional, baik dikalangan para pemimpin maupun dikalangan rakyat banyak dan belum terwujudnya kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dicita-citakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; dengan relita kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila yang telah dilegitimasikan sebagai dasar negara dan ideologi nasional semestinya menjadi rujukan dalam segala bentuk perundangan maupun rujukan bagi para pemangku kebijakan dan masyarakat dalam bertindak, sehigga tidak terjadi resistensi antara idealisme yang terkandung dalam sila pancasila, UUD 1945 dengan relitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai pasal dalm perundangan yang tidak seiring dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 telah menimbulkan serangkaian kegelisahan dan protes dari masyarakat. Berbagai resistensi yang terjadi tersebut jika dibiarkan akan berdampak pada terjadinya pergeseran ke arahderadsi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.            
Pancasila merupakan sumber dari segala segala sumber hukum di Indonesia, sehingga berbagai perundangan dan peraturan baik di pemerintahan maupun pemerintahan daerah seharusnya tidak boleh keluar dari koridor Pancasila dan UUD 1945. Namun demikian, sampai sejauh ini masih banyak perundangan yang tidak mengedepankan nilai-nilai sebagaimana terkandung dalam pancasila dan UUD 1945. Bahkan uji materiil perundangan di Mahkamah Konstitusi hanya diuji pada batang tubuh (pasal-pasal) tetapi tidak diuji dari Pembukaan UUD1945. Alhasil pancasila sebagai ‘pusat kekuatan‘ kurang berdampak pada kehidupan bangsa dan negara secara keseluruhan.            

Pada ranah global, pancasila juga diperhadapkan pada tumbuhnya radicalism ideology yang terus berkembang dan mengarah pada ‘penetrasi dan pemaksaan’ yang serinng dilakukan melalui cara kekerasan dengan melibatkan state actor maupun non-state actor, dengan metode simetris maupun asimetris dan dalam bentuk terorisme nasional maupun transnational organized crime. Indonesia dalam menuju peradaban yang lebih bermartabat diperhadapkan pada berbagai pengaruh ideologi-ideologi lain, termasuk ideologi radikalisme global yang mengganggu pencapaian dari berbagai kebijakan yang ditetapkan. Padahal sesungguhnya Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia telah terbukti dan teruji mampu mempersatukan pluralisme dari berbagai suku, ras, etnis maupun agama yang ada diseluruh Indonsia.            
Dari berbagai jajak pendapat yang dilakukan berbagai kalangan dalam waktu yang berbeda-beda, ternyata Pancasila masih mendapatkan dukungan yang kuat dari mayoritas bangsa Indonesia. Dukunga yang kuat ini harus diperkuat dengan mengembangan kondisi sosial politik., sosial ekonomi, sosial budaya, serta kondisi pertahanan keamanan yang akan mengukuhkan dukungan itu.            
 Menagkal ideologi radikalisme global antara lain :
1)    upaya mendasar yang paling efektif utuk menanngkal ideologi radikalisme global adalah dengan memperkuat ketahanan nasional dalam bidang ideologi., antara lain dengan meningkatkan relevansi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara, sehingga rakyat bukan  saja memahaminya secara efektif dan menindaklanjutinya secra psikomotoris. Dengan cara demikian, bukan saja kewibawaan Pancasila semakin meningkat oleh karena didukung oleh kenyataan, tetapi juga daya tarik ideologi radikalisme global semakin menurun.
2)    Upaya mendasar berikutnya untuk menangkal ideologi radikalisme global adalah dengan mengkaji pola pikir yang paling dalam dari ideologi radikalisme global tersebut dan membuktikan kekeliruan dan kelemahan dalil-dalil yang dianutnya, bukan saja dari aspek internal tetapi juga dari aspek eksternalnya.
3)    Upaya pencegahan yang sangat efektif yang dalam mencegah timbulnya minat terhadap ideologi radikalisme global adalah dengan meniadakan kondisi yang memungkinkan tumbuh dan bekembangnya ideoloi tersebut, antara lain dengan menegakkan keadilan kebenaran, menghargai harkat dan martabat manusia, mencegah terjadinya diskriminasi dan mencegah dan mengambil tindakan terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
4)    Mengambil tindakan preventif serta represif yang tepat dan cepat terhadap indikasi telah adanya aksi-aksi radikalisme di dalam masyarakat.
Khusus untuk menangkal ideologi radikalisme global yang terkait dengan fundamentalisme keagamaan khususnya agama islam perlu difasilitatsi dengan upaya alim ulama, serta upaya deradikalisasi secara mendasar dan mendalam terhadap mereka yang pernah terlibat dalam aksi-aksi radikal.[1]









·        APAKAH PANCASILA DAPAT MENJADI SOLUSI DALAM MENGHADAPI PENYELESAIAN MASALAH RADIKAL

Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam menghadapi radikalisme
  Pancasila adalah Ideologi dari negara Indonesia untuk mempersatukan rakyat Indonesia namun belakangan hari Pancasila mulai pudar karena mulai sedikit orang yang mengetahui makna dari Pancasila tersebut, di samping itu muncunlah beberapa faktor radikalis yang di buat segelintir orang untuk mencapai tujuan tertentu tetapi dengan menggunakan cara yang salah bahkan menggunakan dengan kekerasan.  Di situ lah sebenarnya peran Pancasila  untuk menyelesaikan masalah radikalis, tetapi untuk menyelesaikan masalah tersebut  tidak sesederhana yang kita pikirkan. Kita membutuhkan kerja keras dan konsistensi yang cukup untuk membumikan kembali ideologi Pancasila. Sebab, dalam konteks kekinian ideologi Pancasila telah dihimpit (berada dalam saingan) oleh berbagai ideologi alternatif lain. Sehingga aksi membumikan kembali bukanlah hal yang mudah, namun bukan berarti tidak bisa! Dalam pengamatan penulis, setidaknya ada beberapa hal mendasar yang berfungsi sebagai pendorong ideologi Pancasila tidak lagi pada posisi dan fungsinya.
Pertama, suatu ideologi dalam penanamannya membutuhkan proses panjang dan interaksi yang cukup. Sebab itu, jangan berharap bahwa penanaman sebuah ideologi akan berhasil jika prosesnya dilakukan sambil lalu dan asal. Kita membutuhkan sarana dan metode yang relevan bagi pencapaian transfer ideologi dan hanya akan efektif jika dilakukan melalui institusi-institusi pendidikan kita. Berbicara institusi pendidikan, yang dimaksudkan adalah institusi pendidikan secara keseluruhan (pendidikan dasar sampai perguruan tinggi).



Harus diakui, negara dan warga negara Indonesia, khususnya generasi muda tidak lagi sepenuhnya memahami dan mempraktekkan kedalaman ideologi Pancasila sebagai falsafah dan cara pandang. Ini terbuktikan dengan mudahnya berbagai ideologi baru masuk, berkembang dan meracuni perilaku generasi muda . Kemudahan ini dapat disebabkan gagalnya transfer nilai Pancasila di berbagai institusi pendidikan kita. Asumsi ini didukung oleh fakta proses transfer nilai Pancasila diberbagai institusi pendidikan kini tidak lagi menjadi suatu keharusan dan kalau pun ada cenderung bersifat formalitas saja. Akibatnya bagi kaum muda terutama para pelajar, Pancasila terdengar sebagai pelajaran yang membosankan, kolot, dan tidak membumi. Para penyampai nilai-nilai Pancasila di institusi pendidikan semakin gagap menyampaikan nilai Pancasila di tengah kondisi eksternal yang dipenuhi karakter materialisme nan pekatDemikian ungkap sebuah media masa terhadap kondisi transfer nilai Pancasila di institusi Pendidikan kita (Pikiran Rakyat).
Banyak PT (perguruan tinggi) tidak lagi mengajarkan mata kuliah Pancasila. Bahkan di tingkat sekolah pun, banyak yang telah mengabaikan atau tidak memfokuskannya lagi. Institusi-institusi pendidikan lebih diramaikan dengan orientasi prestasi akademik (tidak salah), namun sayangnya mengabaikan pembentukan karakter atau moralitas anak didik (generasi muda kita) yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Ironis! Sehingga jangan heran banyak generasi muda Indonesia kini terjebak pada isme-isme baru dan cara hidup yang aneh-aneh, termasuk praktis hidup radikalisme agama(1).






_____________________________
(1) Bdk. Franz Magnis Suseno, (2000), op.cit., hlm.36.
Kedua, kurangnya teladan para elit bangsa dalam mengedepankan praktis hidup yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Jangankan mempraktekkan, menyebut ideologi Pancasila adalah ”harga mati saja jarang terdengar”. Hal yang sama dikeluhkan juga oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Dr. Mahfud MD, yakni Pancasila telah banyak dilupakan oleh banyak orang terutama sejak reformasi 1998. Sejak tahun 1978 ketika lahirnya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), Pancasila telah ditempatkan di sebuah sudut sejarah. Setelah reformasi 1998 Pancasila seolah hilang, tidak ada lagi pejabat-pejabat resmi yang mengutip Pancasila dalam setiap pidatonya. (
Justru saat ini banyak dipraktekan (dalam kebijakan) adalah kebijakan-kebijakan negara yang didasari oleh semangat ideologi lain, seperti ekonomi dan hukum Syariah, ekonomi Kapitalisme/Neo, yang tidak lagi dijiwai oleh semangat Pancasila sebagai dasarnya.
Ketiga, disamping nilai-nilai Pancasila yang tidak lagi mengakar dan hampir menghilang, bangsa ini telah diterpa oleh berbagai isme-isme baru sebagai alternatif pilihan. Akibatnya orang Indonesia, khususnya kaum muda dengan budaya yang ada, cenderung memilih ideologi selain Pancasila yang dinilai lebih baik dan menguntungkan. Arus globalisasi dipercaya telah menenggelamkan posisi ideologi negara yang penuh dengan nilai kebangsaan. Praktik liberalisasi, individualistik, dan sekulerisasi yang turut serta dalam globalisasi lebih diminati. Inilah kondisi umum yang menimpa para elit dan warga negara Indonesia(2).





________________________________
(2) Bdk. EM K Kawardi. (1997), Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, Jakarta: Grasindo
Dengan kondisi dan posisi ideologi bangsa seperti ini, jangan berharap kita akan mengalami perubahan atau pun lepas dari berbagai ancaman negatif sebuah ideologi baru. Bahkan lepas dari pengaruh radikalisme agama yang telah menghantui bangsa ini pun jangan pernah mengharapkannya. Pancasila dengan nilai-nilainya perlu dan harus didengungkan kembali terutama kepada generasi muda, agar bangsa ini memiliki karakter yang kuat dan pandangan hidup bernegara sebagai pegangannya.
Dalam konteks mencabut dan menangkal pengaruh radikalisme agama, nilai-nilai Pancasila harus didengungkan kembali ke semua lingkungan pendidikan, baik di institusi pendidikan agama, maupun di institusi pendidikan umum lainnya. Proses transfernya pun tidak boleh bersifat asal, sebatas formalitas, dan tanpa penekanan. Selain itu, kita juga bisa memulainya dengan mengadakan kembali P4 dari segi semangat, namun dari segi isi dan metode perlu dikembangkan (diperluas). Sebab, dengan berbagai kelemahan, sesungguhnya program P4 dinilai banyak kalangan adalah hal yang baik dan cukup relevan.
Menurut Muhammad A. S. Hikam, sistem tafsir Pancasila dalam bentuk butir-butir P4 adalah suatu kecelakaan sejarah bagi Pancasila, disebut kecelakaan sebab pada waktu itu Pancasila cenderung ditafsirkan sepihak (dimonopoli) oleh pemerintah Orde Baru (lebih dikenal dengan istilah Asas Tunggal) yang akhirnya menciptakan sebuah kekakuan (sikap tertutup) dalam penjabaran atau tafsiran terhadap nilai-nilai Pancasila. Bentuk kekakuan itulah yang harus ditolak, namun semangat mentransfer perlu kita dicontoh.
Proses transfer pun tidak boleh berhenti dan hanya sebatas formalitas pengajaran semata, tetapi harus berlanjut dengan penyediaan sarana untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila oleh institusi pendidikan seperti bersih-bersih bersama, penghijauan, memberi bantuan, atau pun kegiatan-kegiatan sosial lain yang dikoneksikan dengan nilai-nilai Pancasila. Sehingga nilai-nilai Pancasila terhidupi, dirasa bermanfaat, dan akhirnya menjadi sebuah pilihan ideologi atau kebiasaan kita.

Proses yang sama, tetapi dengan bentuk berbeda bisa dilakukan kepada mereka yang pernah dipengaruhi oleh radikalisme dan paham agama yang salah. Mereka perlu dibimbing dengan intensif melalui konseling (mentoring) untuk proses perubahan cara pandang, bukan pekerjaan yang mudah namun bukan berarti tidak mungkin dilakukan. Kebiasaan dan pemikiran yang jahat (membunuh adalah pahala) akan tergeser melalui proses pembelajaran, pola pikir dan kebiasaan yang baik. Kita harus yakin apabila radikalisme bisa mempengaruhi pola pikir seseorang, maka ideologi Pancasila pun memiliki peluang yang sama.
Penulis merasa kurang tepat jika mereka hanya dihukum penjara, namun tidak diikuti dengan mentoring yang cukup. Ingat! Mereka bukan hanya pelaku, namun di sisi lain adalah korban sebuah ideologi. Oleh Sebab itu, mereka perlu dikembalikan pada dasar ideologi yang benar dan dalam konteks Indonesia-bernegara-berbangsa. Ideologi Pancasila adalah solusi dan kesepakatan kita, tetapi cara ini tidak berarti akan membuat kita menjadi kompromi terhadap apa yang mereka perbuat, tidak! Seharusnya yang menjadi pemikiran kita, mereka adalah manusia (berhati nurani) yang perlu dan harus disadarkan. Inilah harapan dan alasan mengapa hukuman fisik tidaklah cukup, namun harus diikuti oleh cara penyelesaian yang lain sebab yang menjadi tuan dan penggerak mereka adalah hati dan rasio yang dipengaruhi, maka sentuh, dan ubahlah dibagian itu (3).









___________________
(3) Muhammad A. S. Hikam. (2006), Inaugurasi & Bedah Buku tahun 2006.
·       Nilai-nilaiPancasila Yang Terkandung Untuk Menyelesaikan Masalah Radikal Di Indonesia

Terkadang kita sebagai warga negara bangsa Indonesia, sering melupakan atau bahkan tidak mengerti apa sebenarnya nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila. Kita hanya mengetahui bahwa Pancasila sebagai dasar negara, landasan, ideologi, dan lain sebagainya, tanpa kita menyadari, mengerti dan memahami apa sebenarnya makna dibalik Pancasila tersebut. Atau bahkan mungkin kita sebagai warga negara tidak memiliki sifat pedulidan “masabodo” terhadap nilai-nilai yang terkandungdalamisidariPancasilatersebut.
Dalamkasusberbagaimasalahradikal di Indonesia yang berujungkekerasandanbahkansampaimenyebabkankorban, sebenarnyafounding fatherskitatelahmeletakansebuahpijakan yang benar-benarkokoh, yang memilikikekuatanpenuh, yang dapatdijadikanpegangandikalasebuahbadaimenerjang. Tetapi yang disayangkanadalahbanyakwarganegara Indonesia sendiri yang masih minim tentangpengertiansertaartidariPancasilaitusendiri.Makadalambeberapakasus yang terjadi di Indonesia, seperti TERORISME, ISIS, GAM, GPM,gesekan-gesekanantarsesamaumatberagamadan lain sebagainya, seharusnyapancasila-lah yang menjadisolusi, menjadijalankeluar, menjadipenengah, danmenjadipedomandalamkehidupanberbangsadanbernegara.
Dan dalam kesempatan kali ini, kami ingin mengulas arti, serta peranan pancasila itu sendiri dalam menyikapi persoalan-persoalan radikal yang terjadi di Indonesia ini.Karenamenurut kami dalammenyikapimasalah-masalahradikal yang terjadi di Indonesia, pancasilas udah lebih dari pada cukup untuk menyelesaikan semua persoalan dan problema yang ada, hanya saja kembali kepada ulasan di atas, bahwa warga negara Indonesia yang masih minim akan kesadaran tentang arti dari pancasila, dan implementasi dari pancasila itu sendiri. Dan kami akan mengulas pancasila dari sila pertama sampai dengan sila kelima yang mana menurut  kami, semua arti dan landasan dari isi dalam pancasila tersebut telah mewakili solusi dan penyelesaian masalah-masalah radikal di Indonesia.

Pancasila
1.     Ketuhanan Yang MahaEsa
2.     Kemanusiaan yang adil danberadab
3.     Persatuan Indonesia
4.     Kemanusiaan yang dipimpinolehhikmat, kebijaksanaandalampermusyawaratanperwakilan
5.     Keadilan social bagiseluruhrakyat Indonesia

Dalamsilapertama,disebutkan “Ketuhanan Yang MahaEsa” terkadangbanyakdarikitamemilikikekeliruandalampenafsiran.Ketuhanan yang mahaesatidakhanyasebatasartisebagaiTuhan yang Satu- Tunggal, melaikanmengambilartisifat-sifatTuhan yang “Maha” karenasemua agama di Indonesia meyakiniakan “KeMahaan” Tuhan. Dan artisilapertama pula mencerminkandanmenandaskanbahwabangsa Indonesia adalahbangsa yang religius, yang mengakuidanmempercayaiadanyaTuhansebagaiPencipta.Makaapabilakitatelitikembali, isi dari sila pertamaini, memilikiarti yang luas, yang mencakupsemua agama dankepercayan yang ada di Indonesia, yang seharusnyaisidarisilapertamaini, dijadikansebagailandasandanpeganganbahwadalamideologinegara pun tersiratbahwamakna “Ketuhanan Yang MahaEsa” menggambarkanbahwabangsa Indonesia adalahbangsa yang religius, yang berimankepadaTuhan, dantakutakanTuhan, makakiranya , aksi-aksiradikal, aksi-aksiseparatis, yang mengatasnamakanTuhansegeradapatdihentikan.
Dalamsilakedua, disebutkan “Kemanusiaan yang adildanberadab”, kitadapatmeringkasnyadenganmanusia yang adildanberadab, manusia yang adil,manusia yang beradab.Kata-kata tersebuthanyalahsebuahpermainan kata yang indah, tetapiapabilakitamengkajilebihmendalamartidaripadasilakeduaini, tersiratarti yang begitumendalam.Dalamsilaini, sangattidakdibenarkandenganadanyamemaksakankehendakperubahan, ataukehendakuntukmengkehendaki orang lain memilikipandangan yang samadenganapa yang kitaanggapbenar. Karenamanusia yang adildanmanusia yang beradab, tidakmelakukanhaldemikian, tetapimanusia-manusia yang adildanmanusia-manusia yang beradab, merekamelakukanhal-hal yang dapatbergunasertabermanfaatuntuksesamanya, melakukanhal-hal yang membuatsesamanyamenjadimanusiaseutuhnya. Dan manusia-manusia yang adildanmanusia-manusia yang beradab, merekamengetahuidanpahambagaimanacaranya“memanusiakanmanusia”, bukanmalahsebaliknya, “mengkerdilkanmanusialainnya”, danmenganggapmanusialainnyaberadadibawahderajatnya.
Dalamsilaketiga, “Persatuan Indonesia”, makacukupdansangatjelas, dalamsilainimemilikimaknatersuratsertamaknatersiratbahwapersatuan Indonesia adalahsebuahhargamati yang tidakdapatdilakukantawarmenawar, sebuahharga yang seharusnyadijunjungtinggidandijadikansebuahpegangan yang sangatkuat, meskikeadaandankondisinyamemaksakanuntukkearahsebuahperpecahan. Silainimenggambarkanbahwa Indonesia sebagainegara yang memilikianekaragambudaya, ras, suku, kepercayaan, dan lain sebagainya yang berbautentangperbedaan. Bahwa Indonesia pastiakanmengalamigesekan-gesekan, masalah-masalahsaradan lain sebagainya, tetapidalamsilainitersiratbahwa“perbedaanbukanlahsebuahalasanuntukperpecahan, tetapiperbedaanharusnyasebagaipenguatuntuksalingbersatu, denganperbedaan pula Indonesia menjadibangsa yang semakinindah”.
Dalam sila keempat, “Kerakyatan yang dipimpinolehhikmat, kebijaksanaandalampermusyawaratanperwakilan”, dalam sila ini sangat jelastersurat bahwa dalam menyelesaikan segala sesuatu, baikitusebuahkonflik, perbedaanpemikiran, perbedaanpendapat,  dan lain sebagainya, carauntukmencarijalankeluar, bukanlahaksi-aksiradikal, aksi-aksi separatism. Tetapicarauntukmencarijalankeluarialahdengan“dudukbersama”, melakukanperundingan, musyawarah, danmencarijalanterbaikuntukmenyelesaikanpelbagaimasalah yang dihadapi. Makasilainimenyiratkanbahwaaksi-aksiradikal, yang berujungdenganperpecahan, korbandan lain sebagainya, adalahsebuahcara yang tidakmencerminkannilai-nilaipancasila, yang notabenedalamsilainijelasbahwaapabilaterjadiperbedaan, yang seharusnyadilakukanadalahaksi-aksimusyawarahmufakatdalammencarijalandaripadasetiappersoalan yang dihadapi.
Sila kelima berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, dalam sila ini berbicara tentang keadilan, maka pertanyaan yang mendasar adalah apa bila anda-anda ingin mengkehendaki perubahan, ingin mencari jalan keluar dari suatu persoalan, ingin mencapai sebuah tujuan, maka pertanyaannya adalah adilkan anda melakukan kekerasan dalam mencapai tujuan anda? Adilkan korban mendapatkan perlakuan yang tidak pantas akibat dari ambisi anda untuk mencapai tujuan yang anda kehendaki?
Maka apabila kita berbicara tentang keadilan seharusnya yang kita lakukan adalah berusaha untuk memperlakukan orang lain, dengan sebagaimana kita hendaknya ingin diperlakukan.

          Maka seluruh nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dapat dijadikan sebuah landasan, jalan keluar dalam mencari solusi dari permasalahan-permasalahan radikal yang terjadi di Indonesia. Karena sebenarnya akar dari permasalahan-permasalahan radikal yang terjadi di Indonesia adalah suatu akibat dari kurangnya perhatian masyarakat, kurangnya keperdulian masyarakat, dan kurangnya pengetahuan masyarakatakan arti dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila,yang menyebabkan masyarakat Indonesia sangat mudah untuk terpengaruh paham-paham yang memberikan logika semu yang berujung kepada perpecahan di Indonesia . Dan apabilamasyarakatsadardanmengertiartidannilai-nilai yang terkandung dalampancasila, maka aksi-aksi radikal, aksi-aksiseparatisme, dan hasutan-hasutan yang menggunakan logika semu yang berujung kepada perpecahan akan sulit dan jarang kita temui di Indonesia.



[1] http://akuariumyesi.blogspot.co.id/2014/11/pentingnya-pancasila-sebagai-pluralisme.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar