Peran Pancasila Sebagai Ideologi
Negara Mengenai Masalah Radikalisme di Indonesia
Pancasila sebagai ideologi bangsa memiliki perbedaan
yang mendasar dengan ideologi kapitalisme-liberal maupun sosialisme-komunis,
dimana pancasila menyukai adanya hak-hak individu maupun hak masyarakat, baik
di bidang ekonomi maupun politik. Lain halnya dengan ideologi
liberalis-kapitalis yang lebih mengedepankan kebebasan individual ataupun
kelompok. Sebagai ideologi terbuka, pancasila membuka ruang penuh bagi negara
dan masyarakatnya untuk mencapai cita-citanya dengan berlandaskan pada
kesepakatan tentang rule of law sebagai landasan pemerintah atau
penyelenggaraan negara ( the basis of government ) dan kesepakatan tentang
bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan (the form of
institutions and procedures).
Secara ideologis pancasila telah dilegitimasikan
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, namun masih terdapat dua kelemahan
mendasar yang perlu diperbaiki, yaitu belum tepatnya pemahaman yang sama
tentang kandungan nilai pancasila serta keterkaitannya dengan kebijakan serta
strategi nasional, baik dikalangan para pemimpin maupun dikalangan rakyat
banyak dan belum terwujudnya kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara yang dicita-citakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; dengan
relita kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila yang telah
dilegitimasikan sebagai dasar negara dan ideologi nasional semestinya menjadi
rujukan dalam segala bentuk perundangan maupun rujukan bagi para pemangku
kebijakan dan masyarakat dalam bertindak, sehigga tidak terjadi resistensi
antara idealisme yang terkandung dalam sila pancasila, UUD 1945 dengan relitas
kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai pasal dalm perundangan yang tidak
seiring dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 telah
menimbulkan serangkaian kegelisahan dan protes dari masyarakat. Berbagai
resistensi yang terjadi tersebut jika dibiarkan akan berdampak pada terjadinya
pergeseran ke arahderadsi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Pancasila merupakan sumber dari segala segala sumber
hukum di Indonesia, sehingga berbagai perundangan dan peraturan baik di
pemerintahan maupun pemerintahan daerah seharusnya tidak boleh keluar dari
koridor Pancasila dan UUD 1945. Namun demikian, sampai sejauh ini masih banyak
perundangan yang tidak mengedepankan nilai-nilai sebagaimana terkandung dalam
pancasila dan UUD 1945. Bahkan uji materiil perundangan di Mahkamah Konstitusi
hanya diuji pada batang tubuh (pasal-pasal) tetapi tidak diuji dari Pembukaan
UUD1945. Alhasil pancasila sebagai ‘pusat kekuatan‘ kurang berdampak pada
kehidupan bangsa dan negara secara keseluruhan.
Pada ranah global, pancasila juga diperhadapkan pada
tumbuhnya radicalism ideology yang terus berkembang dan mengarah pada ‘penetrasi
dan pemaksaan’ yang serinng dilakukan melalui cara kekerasan dengan melibatkan
state actor maupun non-state actor, dengan metode simetris maupun asimetris dan
dalam bentuk terorisme nasional maupun transnational organized crime. Indonesia
dalam menuju peradaban yang lebih bermartabat diperhadapkan pada berbagai
pengaruh ideologi-ideologi lain, termasuk ideologi radikalisme global yang
mengganggu pencapaian dari berbagai kebijakan yang ditetapkan. Padahal
sesungguhnya Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia telah terbukti dan
teruji mampu mempersatukan pluralisme dari berbagai suku, ras, etnis maupun
agama yang ada diseluruh Indonsia.
Dari berbagai jajak pendapat yang dilakukan berbagai
kalangan dalam waktu yang berbeda-beda, ternyata Pancasila masih mendapatkan
dukungan yang kuat dari mayoritas bangsa Indonesia. Dukunga yang kuat ini harus
diperkuat dengan mengembangan kondisi sosial politik., sosial ekonomi, sosial
budaya, serta kondisi pertahanan keamanan yang akan mengukuhkan dukungan itu.
Menagkal
ideologi radikalisme global antara lain :
1) upaya
mendasar yang paling efektif utuk menanngkal ideologi radikalisme global adalah
dengan memperkuat ketahanan nasional dalam bidang ideologi., antara lain dengan
meningkatkan relevansi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan
bernegara, sehingga rakyat bukan saja memahaminya secara efektif dan
menindaklanjutinya secra psikomotoris. Dengan cara demikian, bukan saja
kewibawaan Pancasila semakin meningkat oleh karena didukung oleh kenyataan,
tetapi juga daya tarik ideologi radikalisme global semakin menurun.
2) Upaya
mendasar berikutnya untuk menangkal ideologi radikalisme global adalah dengan
mengkaji pola pikir yang paling dalam dari ideologi radikalisme global tersebut
dan membuktikan kekeliruan dan kelemahan dalil-dalil yang dianutnya, bukan saja
dari aspek internal tetapi juga dari aspek eksternalnya.
3) Upaya
pencegahan yang sangat efektif yang dalam mencegah timbulnya minat terhadap
ideologi radikalisme global adalah dengan meniadakan kondisi yang memungkinkan
tumbuh dan bekembangnya ideoloi tersebut, antara lain dengan menegakkan
keadilan kebenaran, menghargai harkat dan martabat manusia, mencegah terjadinya
diskriminasi dan mencegah dan mengambil tindakan terhadap pelanggaran hak asasi
manusia.
4) Mengambil
tindakan preventif serta represif yang tepat dan cepat terhadap indikasi telah
adanya aksi-aksi radikalisme di dalam masyarakat.
Khusus untuk menangkal ideologi radikalisme global
yang terkait dengan fundamentalisme keagamaan khususnya agama islam perlu
difasilitatsi dengan upaya alim ulama, serta upaya deradikalisasi secara
mendasar dan mendalam terhadap mereka yang pernah terlibat dalam aksi-aksi
radikal.[1]
· APAKAH
PANCASILA DAPAT MENJADI SOLUSI DALAM MENGHADAPI PENYELESAIAN MASALAH RADIKAL
Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam
menghadapi radikalisme
Pancasila adalah Ideologi dari negara
Indonesia untuk mempersatukan rakyat Indonesia namun belakangan hari Pancasila
mulai pudar karena mulai sedikit orang yang mengetahui makna dari Pancasila
tersebut, di samping itu muncunlah beberapa faktor radikalis yang di buat
segelintir orang untuk mencapai tujuan tertentu tetapi dengan menggunakan cara
yang salah bahkan menggunakan dengan kekerasan.
Di situ lah sebenarnya peran Pancasila
untuk menyelesaikan masalah radikalis, tetapi untuk menyelesaikan
masalah tersebut tidak sesederhana yang
kita pikirkan. Kita membutuhkan kerja keras dan konsistensi yang cukup untuk
membumikan kembali ideologi Pancasila. Sebab, dalam konteks kekinian ideologi
Pancasila telah dihimpit (berada dalam saingan) oleh berbagai ideologi alternatif
lain. Sehingga aksi membumikan kembali bukanlah hal yang mudah, namun bukan
berarti tidak bisa! Dalam pengamatan penulis, setidaknya ada beberapa hal
mendasar yang berfungsi sebagai pendorong ideologi Pancasila tidak lagi pada
posisi dan fungsinya.
Pertama, suatu ideologi dalam penanamannya
membutuhkan proses panjang dan interaksi yang cukup. Sebab itu, jangan berharap
bahwa penanaman sebuah ideologi akan berhasil jika prosesnya dilakukan sambil
lalu dan asal. Kita membutuhkan sarana dan metode yang relevan bagi pencapaian
transfer ideologi dan hanya akan efektif jika dilakukan melalui
institusi-institusi pendidikan kita. Berbicara institusi pendidikan, yang
dimaksudkan adalah institusi pendidikan secara keseluruhan (pendidikan dasar
sampai perguruan tinggi).
Harus diakui,
negara dan warga negara Indonesia, khususnya generasi muda tidak lagi
sepenuhnya memahami dan mempraktekkan kedalaman ideologi Pancasila sebagai
falsafah dan cara pandang. Ini terbuktikan dengan mudahnya berbagai ideologi
baru masuk, berkembang dan meracuni perilaku generasi muda . Kemudahan ini
dapat disebabkan gagalnya transfer nilai Pancasila di berbagai institusi
pendidikan kita. Asumsi ini didukung oleh fakta proses transfer nilai Pancasila
diberbagai institusi pendidikan kini tidak lagi menjadi suatu keharusan dan
kalau pun ada cenderung bersifat formalitas saja. Akibatnya bagi kaum muda
terutama para pelajar, Pancasila terdengar sebagai pelajaran yang membosankan,
kolot, dan tidak membumi. Para penyampai nilai-nilai Pancasila di institusi
pendidikan semakin gagap menyampaikan nilai Pancasila di tengah kondisi
eksternal yang dipenuhi karakter materialisme nan pekat. Demikian
ungkap sebuah media masa terhadap kondisi transfer nilai Pancasila di institusi
Pendidikan kita (Pikiran Rakyat).
Banyak PT
(perguruan tinggi) tidak lagi mengajarkan mata kuliah Pancasila. Bahkan di
tingkat sekolah pun, banyak yang telah mengabaikan atau tidak memfokuskannya
lagi. Institusi-institusi pendidikan lebih diramaikan dengan orientasi prestasi
akademik (tidak salah), namun sayangnya mengabaikan pembentukan karakter atau
moralitas anak didik (generasi muda kita) yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Ironis! Sehingga jangan heran banyak generasi muda Indonesia kini
terjebak pada isme-isme baru dan cara hidup yang aneh-aneh, termasuk praktis
hidup radikalisme agama(1).
_____________________________
(1) Bdk. Franz Magnis Suseno, (2000), op.cit., hlm.36.
Kedua, kurangnya
teladan para elit bangsa dalam mengedepankan praktis hidup yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Jangankan mempraktekkan, menyebut ideologi Pancasila
adalah ”harga mati saja jarang terdengar”. Hal yang sama dikeluhkan
juga oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Dr. Mahfud MD, yakni Pancasila
telah banyak dilupakan oleh banyak orang terutama sejak reformasi 1998. Sejak
tahun 1978 ketika lahirnya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4),
Pancasila telah ditempatkan di sebuah sudut sejarah. Setelah reformasi 1998
Pancasila seolah hilang, tidak ada lagi pejabat-pejabat resmi yang mengutip
Pancasila dalam setiap pidatonya. (
Justru saat ini banyak
dipraktekan (dalam kebijakan) adalah kebijakan-kebijakan negara yang didasari
oleh semangat ideologi lain, seperti ekonomi dan hukum Syariah, ekonomi
Kapitalisme/Neo, yang tidak lagi dijiwai oleh semangat Pancasila sebagai
dasarnya.
Ketiga, disamping
nilai-nilai Pancasila yang tidak lagi mengakar dan hampir menghilang, bangsa
ini telah diterpa oleh berbagai isme-isme baru sebagai alternatif pilihan.
Akibatnya orang Indonesia, khususnya kaum muda dengan budaya yang ada,
cenderung memilih ideologi selain Pancasila yang dinilai lebih baik dan
menguntungkan. Arus globalisasi dipercaya telah menenggelamkan posisi ideologi
negara yang penuh dengan nilai kebangsaan. Praktik liberalisasi,
individualistik, dan sekulerisasi yang turut serta
dalam globalisasi lebih diminati. Inilah kondisi umum yang menimpa para elit
dan warga negara Indonesia(2).
________________________________
(2)
Bdk. EM K Kawardi. (1997), Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, Jakarta:
Grasindo
Dengan kondisi dan posisi ideologi bangsa seperti
ini, jangan berharap kita akan mengalami perubahan atau pun lepas dari berbagai
ancaman negatif sebuah ideologi baru. Bahkan lepas dari pengaruh radikalisme
agama yang telah menghantui bangsa ini pun jangan pernah mengharapkannya.
Pancasila dengan nilai-nilainya perlu dan harus didengungkan kembali terutama
kepada generasi muda, agar bangsa ini memiliki karakter yang kuat dan pandangan
hidup bernegara sebagai pegangannya.
Dalam konteks mencabut dan menangkal pengaruh
radikalisme agama, nilai-nilai Pancasila harus didengungkan kembali ke semua
lingkungan pendidikan, baik di institusi pendidikan agama, maupun di institusi
pendidikan umum lainnya. Proses transfernya pun tidak boleh bersifat asal,
sebatas formalitas, dan tanpa penekanan. Selain itu, kita juga bisa memulainya
dengan mengadakan kembali P4 dari segi semangat, namun dari segi isi dan metode
perlu dikembangkan (diperluas). Sebab, dengan berbagai kelemahan, sesungguhnya
program P4 dinilai banyak kalangan adalah hal yang baik dan cukup relevan.
Menurut Muhammad A. S. Hikam, sistem tafsir
Pancasila dalam bentuk butir-butir P4 adalah suatu kecelakaan sejarah bagi
Pancasila, disebut kecelakaan sebab pada waktu itu Pancasila cenderung
ditafsirkan sepihak (dimonopoli) oleh pemerintah Orde Baru (lebih dikenal
dengan istilah Asas Tunggal) yang akhirnya menciptakan sebuah kekakuan (sikap
tertutup) dalam penjabaran atau tafsiran terhadap nilai-nilai Pancasila. Bentuk
kekakuan itulah yang harus ditolak, namun semangat mentransfer perlu kita
dicontoh.
Proses transfer pun tidak boleh berhenti dan hanya
sebatas formalitas pengajaran semata, tetapi harus berlanjut dengan penyediaan
sarana untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila oleh institusi pendidikan seperti
bersih-bersih bersama, penghijauan, memberi bantuan, atau pun kegiatan-kegiatan
sosial lain yang dikoneksikan dengan nilai-nilai Pancasila. Sehingga
nilai-nilai Pancasila terhidupi, dirasa bermanfaat, dan akhirnya menjadi sebuah
pilihan ideologi atau kebiasaan kita.
Proses yang sama, tetapi dengan bentuk berbeda bisa
dilakukan kepada mereka yang pernah dipengaruhi oleh radikalisme dan paham
agama yang salah. Mereka perlu dibimbing dengan intensif melalui konseling (mentoring)
untuk proses perubahan cara pandang, bukan pekerjaan yang mudah namun bukan
berarti tidak mungkin dilakukan. Kebiasaan dan pemikiran yang jahat (membunuh
adalah pahala) akan tergeser melalui proses pembelajaran, pola pikir dan
kebiasaan yang baik. Kita harus yakin apabila radikalisme bisa mempengaruhi
pola pikir seseorang, maka ideologi Pancasila pun memiliki peluang yang sama.
Penulis merasa kurang tepat jika mereka hanya
dihukum penjara, namun tidak diikuti dengan mentoring yang
cukup. Ingat! Mereka bukan hanya pelaku, namun di sisi lain adalah korban
sebuah ideologi. Oleh Sebab itu, mereka perlu dikembalikan pada dasar ideologi
yang benar dan dalam konteks Indonesia-bernegara-berbangsa. Ideologi Pancasila
adalah solusi dan kesepakatan kita, tetapi cara ini tidak berarti akan membuat
kita menjadi kompromi terhadap apa yang mereka perbuat, tidak! Seharusnya yang
menjadi pemikiran kita, mereka adalah manusia (berhati nurani) yang perlu dan
harus disadarkan. Inilah harapan dan alasan mengapa hukuman fisik tidaklah
cukup, namun harus diikuti oleh cara penyelesaian yang lain sebab yang menjadi
tuan dan penggerak mereka adalah hati dan rasio yang dipengaruhi, maka sentuh,
dan ubahlah dibagian itu (3).
___________________
(3)
Muhammad A. S. Hikam. (2006), Inaugurasi & Bedah
Buku tahun 2006.
· Nilai-nilaiPancasila Yang
Terkandung Untuk Menyelesaikan Masalah Radikal Di Indonesia
Terkadang kita sebagai
warga negara bangsa Indonesia, sering melupakan atau bahkan tidak mengerti apa
sebenarnya nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila. Kita hanya
mengetahui bahwa Pancasila sebagai dasar negara, landasan, ideologi, dan lain sebagainya,
tanpa kita menyadari, mengerti dan memahami apa sebenarnya makna dibalik
Pancasila tersebut. Atau bahkan mungkin kita sebagai warga negara tidak
memiliki sifat pedulidan “masabodo” terhadap
nilai-nilai yang terkandungdalamisidariPancasilatersebut.
Dalamkasusberbagaimasalahradikal
di Indonesia yang berujungkekerasandanbahkansampaimenyebabkankorban, sebenarnyafounding fatherskitatelahmeletakansebuahpijakan
yang benar-benarkokoh, yang memilikikekuatanpenuh, yang dapatdijadikanpegangandikalasebuahbadaimenerjang.
Tetapi yang disayangkanadalahbanyakwarganegara Indonesia sendiri yang masih
minim tentangpengertiansertaartidariPancasilaitusendiri.Makadalambeberapakasus
yang terjadi di Indonesia, seperti TERORISME, ISIS, GAM,
GPM,gesekan-gesekanantarsesamaumatberagamadan lain sebagainya,
seharusnyapancasila-lah yang menjadisolusi, menjadijalankeluar,
menjadipenengah, danmenjadipedomandalamkehidupanberbangsadanbernegara.
Dan dalam kesempatan
kali ini, kami ingin mengulas arti, serta peranan pancasila itu sendiri dalam
menyikapi persoalan-persoalan radikal yang terjadi di Indonesia
ini.Karenamenurut kami dalammenyikapimasalah-masalahradikal yang terjadi di
Indonesia, pancasilas udah lebih dari pada cukup untuk menyelesaikan semua
persoalan dan problema yang ada, hanya saja kembali kepada ulasan di atas,
bahwa warga negara Indonesia yang masih minim akan kesadaran tentang arti dari
pancasila, dan implementasi dari pancasila itu sendiri. Dan kami akan mengulas
pancasila dari sila pertama sampai dengan sila kelima yang mana menurut kami, semua arti dan landasan dari isi dalam
pancasila tersebut telah mewakili solusi dan penyelesaian masalah-masalah
radikal di Indonesia.
Pancasila
1. Ketuhanan
Yang MahaEsa
2. Kemanusiaan
yang adil danberadab
3. Persatuan
Indonesia
4. Kemanusiaan
yang dipimpinolehhikmat, kebijaksanaandalampermusyawaratanperwakilan
5. Keadilan
social bagiseluruhrakyat Indonesia
Dalamsilapertama,disebutkan
“Ketuhanan Yang MahaEsa” terkadangbanyakdarikitamemilikikekeliruandalampenafsiran.Ketuhanan
yang mahaesatidakhanyasebatasartisebagaiTuhan yang Satu- Tunggal,
melaikanmengambilartisifat-sifatTuhan yang “Maha” karenasemua agama di
Indonesia meyakiniakan “KeMahaan” Tuhan. Dan artisilapertama pula
mencerminkandanmenandaskanbahwabangsa Indonesia adalahbangsa yang religius,
yang
mengakuidanmempercayaiadanyaTuhansebagaiPencipta.Makaapabilakitatelitikembali,
isi dari sila pertamaini, memilikiarti yang luas, yang mencakupsemua agama
dankepercayan yang ada di Indonesia, yang seharusnyaisidarisilapertamaini,
dijadikansebagailandasandanpeganganbahwadalamideologinegara pun
tersiratbahwamakna “Ketuhanan Yang MahaEsa” menggambarkanbahwabangsa Indonesia
adalahbangsa yang religius, yang berimankepadaTuhan, dantakutakanTuhan,
makakiranya , aksi-aksiradikal, aksi-aksiseparatis, yang
mengatasnamakanTuhansegeradapatdihentikan.
Dalamsilakedua,
disebutkan “Kemanusiaan yang adildanberadab”, kitadapatmeringkasnyadenganmanusia
yang adildanberadab, manusia yang adil,manusia yang beradab.Kata-kata
tersebuthanyalahsebuahpermainan kata yang indah,
tetapiapabilakitamengkajilebihmendalamartidaripadasilakeduaini, tersiratarti
yang begitumendalam.Dalamsilaini,
sangattidakdibenarkandenganadanyamemaksakankehendakperubahan,
ataukehendakuntukmengkehendaki orang lain memilikipandangan yang samadenganapa
yang kitaanggapbenar. Karenamanusia yang adildanmanusia yang beradab,
tidakmelakukanhaldemikian, tetapimanusia-manusia yang adildanmanusia-manusia
yang beradab, merekamelakukanhal-hal yang dapatbergunasertabermanfaatuntuksesamanya,
melakukanhal-hal yang membuatsesamanyamenjadimanusiaseutuhnya. Dan
manusia-manusia yang adildanmanusia-manusia yang beradab,
merekamengetahuidanpahambagaimanacaranya“memanusiakanmanusia”,
bukanmalahsebaliknya, “mengkerdilkanmanusialainnya”,
danmenganggapmanusialainnyaberadadibawahderajatnya.
Dalamsilaketiga,
“Persatuan Indonesia”, makacukupdansangatjelas,
dalamsilainimemilikimaknatersuratsertamaknatersiratbahwapersatuan Indonesia
adalahsebuahhargamati yang tidakdapatdilakukantawarmenawar, sebuahharga yang
seharusnyadijunjungtinggidandijadikansebuahpegangan yang sangatkuat,
meskikeadaandankondisinyamemaksakanuntukkearahsebuahperpecahan.
Silainimenggambarkanbahwa Indonesia sebagainegara yang
memilikianekaragambudaya, ras, suku, kepercayaan, dan lain sebagainya yang
berbautentangperbedaan. Bahwa Indonesia pastiakanmengalamigesekan-gesekan,
masalah-masalahsaradan lain sebagainya, tetapidalamsilainitersiratbahwa“perbedaanbukanlahsebuahalasanuntukperpecahan,
tetapiperbedaanharusnyasebagaipenguatuntuksalingbersatu, denganperbedaan pula
Indonesia menjadibangsa yang semakinindah”.
Dalam sila keempat,
“Kerakyatan yang dipimpinolehhikmat,
kebijaksanaandalampermusyawaratanperwakilan”, dalam sila ini sangat jelastersurat
bahwa dalam menyelesaikan segala sesuatu, baikitusebuahkonflik,
perbedaanpemikiran, perbedaanpendapat,
dan lain sebagainya, carauntukmencarijalankeluar,
bukanlahaksi-aksiradikal, aksi-aksi separatism.
Tetapicarauntukmencarijalankeluarialahdengan“dudukbersama”,
melakukanperundingan, musyawarah, danmencarijalanterbaikuntukmenyelesaikanpelbagaimasalah
yang dihadapi. Makasilainimenyiratkanbahwaaksi-aksiradikal, yang
berujungdenganperpecahan, korbandan lain sebagainya, adalahsebuahcara yang
tidakmencerminkannilai-nilaipancasila, yang notabenedalamsilainijelasbahwaapabilaterjadiperbedaan,
yang
seharusnyadilakukanadalahaksi-aksimusyawarahmufakatdalammencarijalandaripadasetiappersoalan
yang dihadapi.
Sila kelima berbunyi
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, dalam sila ini berbicara tentang
keadilan, maka pertanyaan yang mendasar adalah apa bila anda-anda ingin mengkehendaki
perubahan, ingin mencari jalan keluar dari suatu persoalan, ingin mencapai sebuah
tujuan, maka pertanyaannya adalah adilkan anda melakukan kekerasan dalam mencapai
tujuan anda? Adilkan korban mendapatkan perlakuan yang tidak pantas akibat dari
ambisi anda untuk mencapai tujuan yang anda kehendaki?
Maka apabila kita berbicara tentang keadilan seharusnya
yang kita lakukan adalah berusaha untuk memperlakukan orang lain, dengan sebagaimana
kita hendaknya ingin diperlakukan.
Maka seluruh
nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila dapat dijadikan sebuah landasan,
jalan keluar dalam mencari solusi dari permasalahan-permasalahan radikal yang
terjadi di Indonesia. Karena sebenarnya akar dari permasalahan-permasalahan radikal
yang terjadi di Indonesia adalah suatu akibat dari kurangnya perhatian masyarakat,
kurangnya keperdulian masyarakat, dan kurangnya pengetahuan masyarakatakan arti
dan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila,yang menyebabkan masyarakat
Indonesia sangat mudah untuk terpengaruh paham-paham yang memberikan logika semu yang berujung kepada
perpecahan di Indonesia . Dan
apabilamasyarakatsadardanmengertiartidannilai-nilai yang terkandung
dalampancasila, maka aksi-aksi radikal, aksi-aksiseparatisme, dan
hasutan-hasutan yang menggunakan logika
semu yang berujung kepada perpecahan akan sulit dan
jarang kita temui di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar